The Power of Istighfar
Daftar Isi
Sore tadi habis melingkar nih guys! Alhamdulillah... dapat pencerahan.
so far, makin menyenangkan berada di lingkaran cinta itu. meskipun nih ya.. kuakui belum benar-benar kenal sama teman-teman dugemku (baca: duduk gembira melingkar :) ).
insyaAllah sih selalu berusaha buat lebih kenal lagi, trus memahami, trus empati, trus jadilah kita benar2 saudara karena Allah.
Nah, ceritanya my Murobbi tadi ngasih pengantar soal indikasi keberhasilan kita meraih keutamaan di bulan Ramadhan dan menjadi pribadi yang taqwa.
Hm... kalo aku sih masih jauuuuuh kali ya dari predikat itu. secara... nggak kayak sahabat rasulullah yang sudah nyipain Ramadhan dari jauh-jauh hari... dari 6 bulan sebelum ramadhan datang. wow! ini baru namanya keren! kalo aku mah beberapa minggu sebelum Ramadhan, atau beberapa hari malah baru nyiapin seabrek-abreknya; itupun karena banyak temen yang ngingetin lewat fb ato sosmed yang lain. hiks.hiks. Apalagi kalau sahabat rasul itu menangis sedih waktu Ramadhan pergi ninggalin, lhah kalo kita malah seneng dapet angpau, pake baju-sepatu-jilbab baru, makan enak, dan seterusnya.
lanjut guys! kata beliau, ada beberapa indikasi orang yang bertaqwa, cekidot!
1. Dia akan selalu berkata jujur dan benar. kalau dalam bahasa keren di Alquran sih namanya Qoulan Syadidan.
2. Berupaya untuk selalu berteman dengan orang-orang shalih yang sebenarnya shalih
3. Senantiasa mengutamamakan ukhuwah islamiyah dan silaturrahim
4. Berupaya mencari harta yang halal
gampang ya sebenernya? cuma prakteknya belum tentu segampang kita mikir.
apapun.. kita cuma bisa berusaha yang terbaik kan? yup! yukmari... ganbatte kudasai!
oia, satu lagi nih... tadi didaulat buat baca renungan juga, dan kena banget di hati deh! intinya tentang obat dari segala macam permasalahan adalah ISTIGHFAR!
nih.. dengan senang hati copast'in kesini artikelnya ;)
Moga manfaat yak!
Istighfar Pembuka Pintu-pintu Langit
Kita
teramat dimanja oleh Allah SWT. Sadarkah kita? Curahan kasihnya kepada
kita tak tepermanai. Ia menggadang-gadang kehadiran kita di firdaus-Nya.
Ya, ia merindukan kita.
Kala kita melesat jauh dari dekapannya, Ia sigap. Ayat-ayatnya segera berseru memanggil kita, sabda-sabda RasulNya akan lantang mengajak kita kembali.
Dan, kala kita terasuki dosa, ia memberikan penawar. Penawar yang sangat mujarab membersihkan ruhani kita dari gumpalan-gumpalan dosa. Penawar itu teracik dan terkemas cantik dalam kalimat-kalimat sakti “istighfar”.
Habib Umar bin Segaf as-Segaf, dalam karyanya, Tafrihul Qulub wa Tafrijul Kurub, mendedah keagungan istighfar dengan mengalirkan seuntai kalimat ringkas sebagai mukaddimah, “Istighfar adalah instrumen pemantik rizki”. Sudah barang tentu, kalimat ini multi tafsir. Dalam pandangan salaf sekaliber Habib Umar, kata “rizki” memuat berjuta makna, ada rizki ruhani, ada rizki ragawi. Wallahu a’lam.
Beliau kemudian melanjutkan kalamnya, “Kitabullah dan hadis-hadis Rasul SAW menyebutkan fadhilah-fadhilah istighfar berulang kali. Diantara fadhilahnya adalah melebur dosa-dosa, menetaskan jalan keluar dari pelbagai persoalan, dan menyingkirkan kegalauan serta kesumpekan dari dalam hati.”
“Memang, kesumpekan dan deraan persoalan, lazimnya berpangkal dari perbuatan dosa. Oleh karena itu, seyogianya diobati dengan istighfar dan taubat yang tulus ikhlas. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa melazimi istighfar, maka untuknya, Allah memberikan kebahagiaan dari kemasyghulan, jalan keluar dari kesulitan-kesulitan, dan Ia akan melimpahkan rizki kepadanya dengan cara-cara yang tak pernah diperhitungkannya.”
Seolah hendak menegaskan, Habib Umar menyebutkan lagi fadhilah istighfar, “Khasiat istighfar adalah menghapus dosa-dosa, memendam aib-aib, memperderas rizki, mengalirkan keselamatan pada diri dan harta, mempermudah capaian cita-cita, menyuburkan berkah pada harta, dan mendekatkan diri pada-Nya.”
“Logikanya, untuk menyucikan baju yang terciprat lumpur, kita bilas dengan sabun, bukan malah didekatkan pada asap-asap tungku. Pun demikian hati kita. Agar kian bersih dan molek, kita poles dengan istighfar, serta kita hindarkan dari lumuran-lumuran maksiat.”
“Dulu kala, seseorang mengadu kepada Imam Hasan Bashri mengenai kekeringan yang melanda negerinya. Sang Imam, dengan kearifannya, memberikan resep sederhana, “beristighfarlah!”. Lalu datang seorang lainnya. Kali ini ia mengeluhkan kefakiran yang terus menggelayutinya. Sang imam memperlakukannya sama dengan yang pertama. Ia memberikan resep istighfar kepadanya. Lalu datanglah orang ketiga. Yang terakhir ini menyambat nestapa bahtera rumah tangganya karena tak kunjung dianugerahi buah hati. Sikap sang imam masih seperti sebelumnya. Ia memberikan resep istighfar. Kepada ketiga-tiganya, Imam Hasan memberikan obat yang sama, yakni istighfar, untuk problematika yang beragam. Ia juga menjelaskan dalil-dalil al-qur’an dan hadisnya kepada mereka.”
“Suatu waktu, kemarau panjang menerpa negeri muslimin. Amirul mukminin, Umar bin al-Khattab tak mau tinggal diam. Ia segera berinisiatif memohonkan hujan. Akan tetapi, bukannya salat istisqa’ yang dicanangkan Umar seperti pada galibnya. Kali ini, ia, seorang diri, hanya melafalkan kalimat-kalimat istighfar.”
“Istighfar Umar bukan sembarang istighfar. Tapi istighfar yang penuh ijabah. Tak lama kemudian, hujan deras menggerojok tanah muslimin. Seseorang yang keheranan langsung melempar tanya, “bagaimana bisa Anda memohon hujan hanya dengan menggumamkan istighfar?”. Dengan enteng, Umar menukasi, “Aku memohon hujan dengan kunci-kunci langit.”
Kalam-kalam Habib Umar benar adanya. Kita perlu memaknainya dengan bijak. Barangkali, berondongan musibah yang mendera tanah tumpah darah kita ini adalah getah dari perbuatan kita sendiri. Tinggal bagaimana kita menyikapi?
Sejatinya, kita membutuhkan figur Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Tapi, mengharap sosok Umar, di era seporak-poranda kini, ibarat kerdil merindukan bulan, Sia-sia saja. Jadi, alangkah layaknya bila kita mulai membudayakan taubat dan istighfar di tengah-tengah rutinitas kita. Mari kita basahi bibir-bibir kita dengan istighfar, dengan pengharapan, barangkali Allah SWT berkenan menyetarakan istighfar kolektif kita ini dengan sebiji istighfar Umar bin al-khattab. Astaghfirullah rabbal baraya, astaghfirullah minal khathaya.
*sumber: www.madinatulilmi.com
---
posted by: pkspiyungan.blogspot.com
Kala kita melesat jauh dari dekapannya, Ia sigap. Ayat-ayatnya segera berseru memanggil kita, sabda-sabda RasulNya akan lantang mengajak kita kembali.
Dan, kala kita terasuki dosa, ia memberikan penawar. Penawar yang sangat mujarab membersihkan ruhani kita dari gumpalan-gumpalan dosa. Penawar itu teracik dan terkemas cantik dalam kalimat-kalimat sakti “istighfar”.
Habib Umar bin Segaf as-Segaf, dalam karyanya, Tafrihul Qulub wa Tafrijul Kurub, mendedah keagungan istighfar dengan mengalirkan seuntai kalimat ringkas sebagai mukaddimah, “Istighfar adalah instrumen pemantik rizki”. Sudah barang tentu, kalimat ini multi tafsir. Dalam pandangan salaf sekaliber Habib Umar, kata “rizki” memuat berjuta makna, ada rizki ruhani, ada rizki ragawi. Wallahu a’lam.
Beliau kemudian melanjutkan kalamnya, “Kitabullah dan hadis-hadis Rasul SAW menyebutkan fadhilah-fadhilah istighfar berulang kali. Diantara fadhilahnya adalah melebur dosa-dosa, menetaskan jalan keluar dari pelbagai persoalan, dan menyingkirkan kegalauan serta kesumpekan dari dalam hati.”
“Memang, kesumpekan dan deraan persoalan, lazimnya berpangkal dari perbuatan dosa. Oleh karena itu, seyogianya diobati dengan istighfar dan taubat yang tulus ikhlas. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa melazimi istighfar, maka untuknya, Allah memberikan kebahagiaan dari kemasyghulan, jalan keluar dari kesulitan-kesulitan, dan Ia akan melimpahkan rizki kepadanya dengan cara-cara yang tak pernah diperhitungkannya.”
Seolah hendak menegaskan, Habib Umar menyebutkan lagi fadhilah istighfar, “Khasiat istighfar adalah menghapus dosa-dosa, memendam aib-aib, memperderas rizki, mengalirkan keselamatan pada diri dan harta, mempermudah capaian cita-cita, menyuburkan berkah pada harta, dan mendekatkan diri pada-Nya.”
“Logikanya, untuk menyucikan baju yang terciprat lumpur, kita bilas dengan sabun, bukan malah didekatkan pada asap-asap tungku. Pun demikian hati kita. Agar kian bersih dan molek, kita poles dengan istighfar, serta kita hindarkan dari lumuran-lumuran maksiat.”
“Dulu kala, seseorang mengadu kepada Imam Hasan Bashri mengenai kekeringan yang melanda negerinya. Sang Imam, dengan kearifannya, memberikan resep sederhana, “beristighfarlah!”. Lalu datang seorang lainnya. Kali ini ia mengeluhkan kefakiran yang terus menggelayutinya. Sang imam memperlakukannya sama dengan yang pertama. Ia memberikan resep istighfar kepadanya. Lalu datanglah orang ketiga. Yang terakhir ini menyambat nestapa bahtera rumah tangganya karena tak kunjung dianugerahi buah hati. Sikap sang imam masih seperti sebelumnya. Ia memberikan resep istighfar. Kepada ketiga-tiganya, Imam Hasan memberikan obat yang sama, yakni istighfar, untuk problematika yang beragam. Ia juga menjelaskan dalil-dalil al-qur’an dan hadisnya kepada mereka.”
“Suatu waktu, kemarau panjang menerpa negeri muslimin. Amirul mukminin, Umar bin al-Khattab tak mau tinggal diam. Ia segera berinisiatif memohonkan hujan. Akan tetapi, bukannya salat istisqa’ yang dicanangkan Umar seperti pada galibnya. Kali ini, ia, seorang diri, hanya melafalkan kalimat-kalimat istighfar.”
“Istighfar Umar bukan sembarang istighfar. Tapi istighfar yang penuh ijabah. Tak lama kemudian, hujan deras menggerojok tanah muslimin. Seseorang yang keheranan langsung melempar tanya, “bagaimana bisa Anda memohon hujan hanya dengan menggumamkan istighfar?”. Dengan enteng, Umar menukasi, “Aku memohon hujan dengan kunci-kunci langit.”
Kalam-kalam Habib Umar benar adanya. Kita perlu memaknainya dengan bijak. Barangkali, berondongan musibah yang mendera tanah tumpah darah kita ini adalah getah dari perbuatan kita sendiri. Tinggal bagaimana kita menyikapi?
Sejatinya, kita membutuhkan figur Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Tapi, mengharap sosok Umar, di era seporak-poranda kini, ibarat kerdil merindukan bulan, Sia-sia saja. Jadi, alangkah layaknya bila kita mulai membudayakan taubat dan istighfar di tengah-tengah rutinitas kita. Mari kita basahi bibir-bibir kita dengan istighfar, dengan pengharapan, barangkali Allah SWT berkenan menyetarakan istighfar kolektif kita ini dengan sebiji istighfar Umar bin al-khattab. Astaghfirullah rabbal baraya, astaghfirullah minal khathaya.
*sumber: www.madinatulilmi.com
---
posted by: pkspiyungan.blogspot.com
Posting Komentar
Mohon untuk tidak menyematkan link hidup dan spamming lainnya. Jika tetap ada akan saya hapus.
Salam,