Working Mom?! It's OK. Fulltime Mom?! That's Great
Daftar Isi
Pro kontra tentang working mom atau full time mom agaknya menjadi bahasan yang tak ada habisnya di kalangan perempuan (khusunya ibu).
Lagi-lagi pilihan bagi seorang ibu untuk berkarier di luar rumah
adalah pilihan ia dan keluarganya, yang pasti sudah dengan pertimbangan matang
dari berbagai pihak (terutama keluarga) dan berbagai sudut pandang. Alangkah
baiknya seorang ibu yang bisa mendidik anaknya di rumah, tapi alangkah lebih
baiknya seorang ibu yang bisa berkarya untuk masyarakat dan tetap mendidik
anaknya di rumah.
Siapa ibu yang tak ingin setiap saat melihat perkembngan buah hatinya?
Melihatnya tumbuh, melihat senyumnya setiap saat, menemaninya ketika menangis,
mendidiknya, menciumnya, dan sebagainya. Tentu seorang ibu ingin selalu dekat
dengan anaknya. Namun ada sebagian ibu yang dengan kondisinya harus rela
bekerja di luar rumah. Sebagian ibu yang lain mungkin berfikir untuk berkarier
di luar bukan karena semata mengajar mteri tapi demi niat mulia mengamalkan
ilmu dan bermanfaat bagi orang lain.
Saya pribadi sangat berterimakasih kepada para ibu yang menjadi para
guru, perawat, bidan, dosen, peneliti, dll. Kadang saya membayangkan jika tidak
ada perempuan yang bekerja di luar rumah, bukankah kita (kaum perempuan) juga
yang kesulitan? Bayangkan jik semua bidan adalah laki-laki, dokter kandungan,
dokter laktasi, dan banyk hal yang berhubungan dengan kewanitaan tapi semua
diurus laki-laki? Mungkin perlu berfikir seribu kali untuk pergi ke dokter.
Pengalamanku sendiri saat tindakan Sectio caesaria; sudah memilih
dokter kandungan perempuan (meskipun dengan biaya lebih mahal) ternyata saat
tindakan tetap ada laki-laki di sana, seorang dokter anestesi dan dua orang asisten
dokter. Mau protes?! Tentu saja tak bisa, lebih mementingkan kondisi janinku
yang bisa saja membahayakan karena telah 10 jam sejak ketuban pecah. Aku pun
harus pasrah dan hanya bisa berdoa semoga Allah mengampuni.
Tentang menjadi seorang wanita karier, adalah impianku sejak dulu. Ya,
mimpi untuk bisa membangun keluarga sakinah, mawaddah, rahmah dikaruniai
akan-anak yang shalih/shalihah. What a great dream!. Tapi, setelah menikah lalu
mencoba mencari pekerjaan (yang cocok) ternyata belum ada, jadilah tetap di
rumah membantu suami membuka biro penerjemah bahasa asing. Terkadang ada rasa
iri melihat teman-teman yang bekerja.
Hingga suatu hari beberapa bulan yang lalu,
saya memenuhi undangan teman-teman distro jilbab terkenal di Indonesia dan di
outletnya yang terbesar di semarang. Saat akan melewati pintu sebelum pulang,
tetiba melihat seorang perempuan yang melempar helm. Sontak aku dan beberapa
teman di sana kaget melihatnya. Semua mata pun tertuju pada perempuan itu yang
diduga adalah istri dari seorang bapak yang masih duduk di atas motornya dengan
posisi berkendara dan seorang anak dibonceng di depannya. Sang bapak yang masih
mengenakan helmnya tak jauh berbeda dengan si ibu, ia pun berteriak-teriak
sembari tangannya menunjuk-nunjuk kea rah istrinya.
Akhirnya kuurungkan niat untuk segera pulang.
Masuk kembali ke outlet sambil mengamati mereka dan berharap pertengkaran itu
segera berakhir. Sejak dulu memang selalu takut melihat pertengkaran. Mendengar
oranf teriak kencang saja langsung membuat jantung berdetak kencang. Kondisi
hamil muda membuat emosiku makin tak terkendali, dan kali ini pun rasanya takut
bukan kepalang.
Menjelang maghrib namun belum ada tanda-tanda
mereka selesi, kuputuskan untuk pamitn lagi demi menunggu angkot agar tidak
kehabisan. Mau tak mau aku harus melewati mereka. Saat lewat itulah telingaku
mendengar perkataan ‘memangnya aku kerja buat apa kalau bukan buat keluarga?!
Bla..bla..bla… yang lain tak ingin kudengar lagi. Ekor mataku menangkap si ibu
yang marah, sedih, dan kecewa. Air matanya menetes sementara suaminya masih
berteriak dan menunjuk-nunjuknya, anaknya yang masih kecil itu menjadi saksi
utama pertengkaran mereka.
Pemandangan yang sangat miris, yang sampai
membuatku diare keesokan harinya karena semalaman gelisah dan merasa takut jika
bernasib sama seperti mereka. Na’udzubillah min dzalik.
Tentu pikiranku langsung bekerja dan tak ingin seperti keluarga itu.
Semoga mereka telah menemukan jalan keluar bagi permasalahannya. Aamiin..
Dari sana menjadi lebih yakin barangkali tidak bekerja lagi untuk
sementara waktu (sampai waktu yang belum ditentukan) adalah benar jalan
untukku. Sebelumnya telah beberapa kali melamar pekerjaan tapi belum
mendapatkan yang terbaik. Dan aku pun tersadarkan untuk mensyukuri apapun yang
dianugerahkan Allah padaku. Bersyukur, karena bisa selalu dekat dengan keluarga, bisa melihat setiap saat tumbuh kembang anak-anakku kelak, dan masih bisa membuka usaha online. Alhamdulillah wa syukrulillah...
Saat bisa bekerja di sektor domestik saja, itu pun sudah sangat
menguras tanaga dan pikiran. Entah jika menjadi WM bis kuat atau tidak. Salute untuk
para ibu yang bekerja dan bisa mengatur waktunya.
Just Be yours, Moms.
Posting Komentar
Mohon untuk tidak menyematkan link hidup dan spamming lainnya. Jika tetap ada akan saya hapus.
Salam,