Hasna Periksa ke Dokter Bedah di R.S Roemani Semarang
Daftar Isi
Assalamu’alaikum, Ayah-Bunda.
Bagi orang tua, saat anak sakit adalah saat yang paling berat. Melihat si-kecil yang kurang aktif seperti
biasanya sudah membuat hati bunda was-was. Terlebih jika saat sakit dia
biasanya akan lebih lengket dengan bunda dan meminta perhatian penuh. Pikiran
tidak tenang, dan bisa jadi pekerjaan rumah pun menjadi terbengkalai.
Tak bisa dipungkiri, hal ini bisa membuat bunda stress. Solusinya tentu
segera menemukan penyebab sakitnya si-kecil lalu melakukan treatmen secara tepat baik perawatan di rumah maupun melakukan
rujukan ke fasilitas kesehatan.
Si-kecil Hasna, setiap harinya selalu aktif. Kelebihan energi, begitu
saya menyebutnya. Sejak bangun tidur hingga tidur lagi ada saja tingkahnya.
Bahkan sudah berbaring di tempat tidur pun masih melakukan ‘aksi’ ini-itu. fyuuh... rasanya kadang bersyukur karena
punya anak aktif artinya anak saya berkembang sesuai dengan tahap tumbuh
kembangnya. Di sisi lain (meskipun saya sudah belajar cuek dan menutup telinga dari
cibiran orang di sekitar) terkadang tetap saja ada rasa sakit saat ada yang
mengatakan ini-itu terhadap anak saya. Hm.. maaf jadi curhat ya Ayah-Bunda J
Senang itu saat beberapa hari yang lalu si-Kecil kubawa menghadiri kajian
dan dia lari ke sana kemari, beberapa ibu melirik dengan pandangan jengah. Tapi
pembicara justru membiarkan anak-anak berlarian di sekitar beliau sambil
mengatakan “Tidak apa-apa, Bu. Biarkan saja, namanya anak-anak. Saya punya anak
7 lho...” Terasa adem di hati, meskipun tetap saja saya harus ‘mengamankan’
#anugerahdarisurga itu.
Beberapa hari sebelumnya, Hasna menangis dan meronta-ronta saat akan
dimandikan. Awalnya sudah mau berjalan sendiri ke kamar mandi, tetapi entah
karena apa baru masuk selangkah ke kamar mandi dia minta keluar dan ingin main
balok lagi. Saat kupegangi badannya, dia makin meronta dan tangannya menggores
pintu kamar mandi. Setelah itu dia teriak “sakit! Sakit, (B)unda..!” saya belum
ngeh saat dia mengeluhkan sakitnya
itu karena kulihat tidak ada apa-apa yang terlihat menyakitkan seperti
luka/benjolan misalnya.
duri kaktus ini salah satu penyebab tlusupen |
Baru setelah selesai mandi dan ganti baju, kulihat ada serpihan kayu
kecil menyerupai jarum masuk ke balik kuku jempol tangan kanannya. Tlusupen atau susuben bahasa Jawanya (entah apa Bahasa Indonesia yang tepat untu
kata ini).
Hm... pantes tadi dia mengerang
kesakitan tapi tidak terlihat penyebabnya, batinku.
Menggunakan jarum, pinset, dan pemotong kuku kami coba mengambil serpihan
kayu itu, tapi tetap tidak bisa karena posisinya di belakang kuku. Meski ditekan tidak bergeser bahkan sampai
Hasna menjerit dan meronta kesakitan. Duh... nggak tega rasanya melihatnya
begitu.
Biasanya kalau sudah lewat sehari
akan lebih longgar dan bisa diambil karena secara alami jaringan di sekitarnya
akan membuat perlindungan ketika ada benda asing yang masuk, begitu kata
ibu. Maka kami menunggu sampai besoknya dan berharap bisa segera diambil.
Ya, meski bisa beraktivitas seperti biasa dan lari kesana ke mari, tapi
sering tiba-tiba menjerit dan berteriak kesakitan. Hm..
Pagi-pagi setelah memandikan Hasna, kulihat jempol tangan kanannya
berubah warna di sekitar serpihan kayu. Saat kupencet ternyata mengeluarkan
nanah. Panik, kami mencoba mengeluarkan lagi dan tetap tidak berhasil karena
tidak mempunyai pinset/capit yang ujungnya lancip.
Bawa ke puskesmas, begitu solusinya. Maka suami langsung izin kerja dan
mengantarkan Hasna periksa ke puskesmas. Setelah melewati pendaftaran yang
nggak menyenangkan dan antri lama di klinik KIA puskesmas, ternyata paramedis
yang bertugas menyerah. Beliau tidak bisa menangani dan menyarankan langsung ke
rumah sakit.
Hm... tahu akan begitu lebih baik kami langsung menuju RS saja, batinku.
Eh, tapi nggak apa-apa ding, karena dengan itu bunda bisa periksa gigi
berlubang dan ditambal sementara hanya dengan biaya Rp. 20.000 benus dokter
giginya ramah sekali.
Ruang Poli bedah dr. Ivo |
Di R.S Roemani, kami langsung menuju IGD. Kami diminta mendaftar terlebih
dahulu ke bagian pendaftaran karena sebelumnya Hasna belum pernah periksa di
sana. Tetapi karena bukan kasus darurat, dokter jaga bilang akan dilayani
setelah UGD tidak ada pasien dan menyarankan periksa ke poli bedah.
Hm... tak ada pilihan lain kami pun mendaftar ke poli bedah, agar segera
selesai dan suami bisa masuk kerja setengah hari. Beruntung ada Mbah Kakungnya
Hasna (Bapak mertua) yang bersedia menemani.
Ruang tunggu poliklinik R.S Roemani Dok.pribadi |
Sekitar 30 menit menunggu di ruang tunggu poliklinik, nama Hasna pun
dipanggil.
“Assalamu’alaikum, sakit apa Dek Hasna?” dokter Ivo yang akan menangani
bertanya dengan ramah.
“Wa’alaikumussalam, tlusupen,
dokter,” jawabku.
Mendengar kata tlusupen, beliau
sedikit heran dan mengernyitkan dahi.
“Coba sini bu dokter lihat.”
Dan beliau makin heran saat melihat tlusupen-nya
di balik kuku.
“Hm... ini harus disuntik dulu sebelum diambil serpihan kayunya karena
kalau tidak akan sangat sakit. Meskipun suntikannya juga sakit tapi hanya saat itu
saja, setelahnya tidak terasa. Harusnya juga pakai capit yang ujungnya lancip
dan melengkung, tapi sayang di sini tidak ada, adanya di rumah,” kata beliau
sambil berfikir.
“Baik, dok” jawabku pasrah
“Oia, ini harus ada yang megangin ya, kalau tidak nanti waktu disuntik
takut meronta-ronta.”
Bersiap di'operasi' dok.pribadi |
Satu-satunya yang bisa menjaga Hasna dan tidak terpengaruh tangisannya
adalah si Ayah. Kebetulan baru saja shalat karena harus bergantian dengan Bunda.
Dokter yang ramah itu mau menunggu sejenak sampai beliau selesai shalat. Hasna?
Asyik main-main di ruang periksa sementara dr.Ivo dan perawat yang bertugas
menyiapkan peralatan.
Setelah Ayah masuk, Hasna dirayu untuk duduk dipangku Ayah seperti posisi
saat digendong dengan ergo. Menghadap ayahnya dan tangan melingkar di punggung,
tangan ayah mendekap badan Hasna. Bunda ikut membantu memegangi tangan satunya.
Begitu tangan kanan-nya dipegang dokter, dia mulai merasa sesuatu yang ‘bahaya’.
“Sakit, Bunda..! sakiit!”
“Sebentar ya Sayang, nanti disemprot ya... rasanya dingin kayak megang
es,”
“Seperti Hasna kalau pegang es teh Ayah itu lho..” tambah ayahnya.
Selesai disemprot, dokter langsung bersiap dengan jarum suntiknya.
dr. Ivo |
dr.Ivo berhasil mengambil serpihan kayu |
“Sakiit! Bunda...! sudah! Sudah! Lepasin! Lepasin! Bunda..! manut
Bunda..! manuut..! boboin Bunda..! sudah..! sakiit..! ekim (eskrim)..! roti..!
roti..! boboin..! sudah! Lepasin! Sakit!”
Duuuh... rasanya hampir tak kuat memegang tangan Hasna yang satu dan
mendengar teriakannya. Tapi begitu mendengar kata ‘roti’ dan ‘ekim’ rasanya
jadi bercampur geli.
Alhamdulillah, tak sampai 5 menit tindakan telah selesai dan tangis hasna
langsung berhenti, bahkan mencoba membuat plester di jempolnya.
“Sana, beli eskrim sama roti nanti Bu dokter dibagi ya?” goda dokter Ivo.
“Ndak! Ndak! Hasna aja!” jawab Hasna yang membuat seluruh ruangan
tertawa.
Setelah periksa, kami masih harus antri untuk menyelesaikan administrasi
dan mengambil obat di apotek. Fyuuh.. ternyata antrinya lebih lama dibandingkan
antri di poli.
Well, alhamdulillah Hasna sudah ceria lagi dan tidak mengeluh sakit, dan
obat yang sudah ditebus pun tak diminum.
Tlusupen, hal yang sangat
sepele sebenarnya. Tapi karena hal sepele itu kami harus merogoh kocek Rp.
250.000. alhamdulillah, yang penting Hasna sembuh meski harus tersenyum kecut
dengan pengeluaran tak terduga ini.
Saat sumur kering, artinya akan diisi air lagi bukan?
Dan ini menjadi pelajaran berharga buat kami agar tidak menyepelekan hal
kecil meskipun tak juga harus membesar-besarkan.
Mohon untuk tidak menyematkan link hidup dan spamming lainnya. Jika tetap ada akan saya hapus.
Salam,
Semoga de hasna cepat sembuh ya. Sehat. Sehat selalu. Aamiin
GWS ya dek Hasna
Salam,
Puput