Ketika Terdiagnosis Placenta Previa di Usia Kandungan 29 Minggu
“Mohon maaf, ini Mbak. Saya harus bilang kalau kemungkinan Anda harus sesar lagi, karena ini plasenta menutupi jalan lahir (placenta previa). Ini posisinya di sini, malah kemungkinan harus dirujuk ke Sanglah juga kalau nanti masih begini. Soalnya nempelnya dalam,”
“Tapi masih bisa bergeser, Dok?” tanyaku hati-hati
“InsyaAllah. Semoga masih bisa geser. Kita pastikan lagi kalau sudah 9 bulan, ya.”
Sungguh, berita yang membuat syok, jantung berdabar tak karuan, dan hanya bisa diam di ruang periksa. Berbagai pertanyaan yang sudah disiapkan dari rumah untuk ditanyakan ke dokter kandungan buyar seketika begitu mendaat vonis dokter saya mengalami plasenta previa (atau mungkin malah plasenta akreta). Sudah nggak kepikiran untuk tanya lebih lanjut soal plasenta saking kagetnya.
Sepanjang jalan pulang sudah tidak mood untuk ngobrol dengan suami. Meskipun sesekali beliau bergurau seperti biasanya.
“Yah, calon anaknya perempuan lagi tuh, kata dokter. Kan pengen anak cowok katanya,” saya mencoba memancing dan mengalihkan pembicaraan selain menyangkut plasenta.
“Nggak apa-apa, tenang aja. Nanti masih bisa lagi kan?” lanjutnya lagi-lagi bergurau yang hanya kujawab dengan tonjokan di pundaknya.
Jujur, sejak dulu kami menginginkan anak laki-laki karena sudah memiliki 2 anak perempuan. Kehamilan ketiga ini pun kami selalu berharap berjenis kelamin laki-laki. Kemarin, saat dokter mengatakan jenis kelaminnya perempuan, saya menanggapinya dengan “B” aja. Pikiran masih fokus pada diagnosis plasenta previa.
Subhanallah... benar-benar kejutan yang tak disangka-sangka. Mengingat selama kehamilan hingga 7 bulan ini, keluhan yang saya alami adalah keluhan yang wajar dialami ibu hamil. Mulai dari cepat lelah, sering mengantuk, napas gampang ngos-ngosan, emosi kurang stabil, perut bagian bawah kadang terasa kencang dan nyeri, kaki mudah kesemutan, dll. Semuanya gejala yang wajar dialami ibu hamil, bukan? Setiap periksa di bidan pun kondisi baik-baik saja. Alhamdulillah.
Perlahan Mulai Menerima Kondisi
Sampai rumah, saya tak bisa menahan lagi air mata. Sudah langsung nangis sepuasnya lalu tidur setelah badan capek.
Astaghfirullah, mungkin ini teguran dari Allah, agar kami lebih mendekat lagi pada-Nya. Juga teguran untuk memeprbaiki pola makan terutama selama kehamilan, dan untuk tidak mager lagi beraktivitas selama hamil.
Iya, selama ini saya melakukan Senam Maryam dan jalan kaki, tetapi belum rutin setiap hari, hanya 2-3 kali tiap pekan. Sepertinya harus menambah durasi aktivitas selama hamil dan mengalahkan diri sendiri yang maunya mager bin rebahan.
Sampai hari ini sebenarnya masih kepikiran soal diagnosis dokter tersbeut. Bahkan tadi pagi saat ada aktivitas di Twitter pun sampai tidak fokus mengerjakan, berujung kacau. Hiks.
Bersyukur, sempat curhat di beberapa grup WA dan semuanya memberikan dukungan yang positif. Suami pun lebih selow menghadapi. Beliau bilang lebih baik tahu kondisi dari sekarang supaya bisa menyiapkan mental dan dana, daripada tiba-tiba terjadi kondisi darurat.
Ya, artinya kami pun masih punya lebih banyak waktu untuk mengetuk pintu langit, memohon kepada Allah semoga segala penghambat kehamilan dan persalinan nanti bisa hilang dan jalannya dimudahkan. Aamiin.
Mencari Second Opinion?
Bulan Juli yang lalu, di WAG Komunitas Support VBAC (KSV) mengangkat tema pekanan mengenai Plasenta. Narasumbernya penasihan KSV, drg. Dea Revania. Mbak Dea, sapaan akrab beliau menjelaskan secara detail mengenail plasenta.
Beberapa anggota menanyakan tentang placenta previa. Sebenarnya, ada 4 posisi plasenta yang terjadi pada ibu hamil:
1. Plasenta posisi normal (tidak menghalangi jalan lahir dan biasanya letaknya di atas)
2. Plasenta letak bawah, namun tidak menghalangi jalan lahir
3. Plasenta previa partial (plasenta previa sebagian), plasenta menutupi sebagian jalan lahir, dan
4. Plasenta previa totalis (plasenta menutupi keseluruhan jalan lahir)
Ada kemungkinan pula terjadi plasenta akreta, yaitu kondisi plasenta yang menempel terlalu dalam di rahim.
Semua kondisi tersebut belum diketahui penyebabnya. Hanya saja ibu yang pernah menjalani bedah seperti sesar atau operasi pengangkatan miom, lebih berisiko dibanding ibu yang sebelumnya melahirkan pervaginam dan tidak pernah operasi rahim.
Saran dari beliau adalah mencari second opinion. Beberapa teman pun menyarankan hal yang sama. Ada seorang teman yang didiagnosa placenta previa partial, ketika periksa di dokter lain ternyata tidak. saya pun mulai memikirkan untuk juga mencari dokter lain untuk melakukan USG lagi, dan juga memutuskan apakah akan berlanjut dengan dokter sebelumnya atau pindah ke dokter lain.
Namun saya masih mencari rekomendasi dokter mana yang sebaiknya saya tuju. Yeah, memang urusan begini sering membuat galau para bumil. :D
Every Cloud Has The Silver Lining
Iya, setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Inilah semangat yang membuatku terus mencoba untuk berpikir lurus, positif, dan berbaik sangka kepada Allah.
Seperti penyemangat yang disampaikan Mbak Dea saat Kuliah WhatsApp (kulwap) tema Plasenta.
“Ketakutan kekhawatiran kepanikan apapun itu bentuk negatif baiknya dibuang jauh aja. Allah sesuai dengan prasangka hambaNya Maka berprasangka baiklah kepada Allah. Semoga Allah melindungi kita semuanya.” (Dea Revania)
“Sesungguhnya hamil adalah ujian ketawakalan sejauh mana Kita bisa bertawakal kepada Allah terhadap janin yg tersimpan dengan baik dalam perut.” (Dea Revania).
Allahu a’lam bish shawab,
Mohon doanya semoga dipermudah urusan kami, termasuk kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan nanti.
Semoga bermanfaat,
Salam,
Posting Komentar
Mohon untuk tidak menyematkan link hidup dan spamming lainnya. Jika tetap ada akan saya hapus.
Salam,